ITB News Portal
Bandung,itb.ac.id–Dalam menyambut dies natalis ke–36, unit kegiatan mahasiswa Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan (PSTK) menggelar rangkaian acara Tanggap Warsa. Rangkaian ini terdiri atas seminar, pameran, pagelaran wayang kulit dan workshop batik. Keeluruhan acara berlangsung mulai hari Jumat–Sabtu, 20–21 April 2007 di Aula Barat dan Timur serta 28 April 2007 (workshop batik) di Lapangan Basket Campus Center.
Seminar yang diadakan hari Sabtu pagi, 21 April 2007 mengambil tema keris Jawa. Keris, tanggal 25 November 2005 lalu diproklamirkan oleh UNESCO sebagai "A Materpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity" (Karya Agung Tak Benda Warisan Kemanusiaan). Anugerah ini seakan mengukuhkan keris sebagai salah satu warisan budaya yang tidak hanya dinilai dari fisiknya saja, melainkan falsafah nilai yang terkandung di dalamnya pula. Sayangnya, saat ini keris sebagai warisan budaya kurang mendapat perhatian dari generasi muda. Terbukti dari sedikitnya jumlah mahasiswa yang hadir sebagai peserta dalam seminar ini. Peserta yang datang justru dari kalangan alumni PSTK, yang usianya jauh di atas mahasiswa pada umumnya.
Dalam seminar ini hadir dua orang mpu yang sangat mendalami teknik pembuatan keris dan nilai–nilai kemanusiaan yang ada dalam keris, Ir. Haryono Haryoguritno dan Subandi. Ir. Haryono Haryoguritno, seorang lulusan ITB yang juga penulis buku ’Keris Jawa:Antara Mistis dan Nalar’ menjabarkan falsafah bentuk keris. "Warangka atau sarung Jawa yang rendah di depan dan tinggi di belakang melambangkan andhap–ashor atau low profile," jelas Ir. Haryono. Keris yang tersarung dalam warangka melambangkan kesatuan antara umat manusia dengan sang Pencipta. "Keris pun selalu dikaitkan dengan unsur mistis, memang ada unsur mistisnya karena keris itu pusaka," tutur kolektor keris ini lagi. Subandi, seorang karyawan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo kemudian menjelaskan teknik–teknik pembuatan kerisi masa kini. "Keris masa kini tidak dikerjakan oleh satu orang tapi banyak orang, tapi kami masih mencoba untuk mempertahankan ritual pembuatannya," papar Subandi. Ritual pembuatan keris biasanya menyertakan sesajen dan puasa 40 hari.
Setelah keris ditelaah dari sisi mitos dan budayanya, Prof. Dr. Ir. Mardjono, salah satu guru besar ITB dari Program Studi Teknik Material Fakultas Teknologi Industri menjabarkan keris dari pandangan teknologi. Pak Mardjono telah melakukan penelitian "pamor" atau bagian penampang melintang keris, hasil tempaan besi–nikel berlapis–lapis. Penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan keris Jawa masa kini dan keris kuno, yaitu banyaknya inklusi yang terdapat pada keris kuno. Bahan pmor keris kuno diketahui menggunakan mineral dari alam yang mengandung 4–5% nikel. Penelitian terhadap warisan budaya negeri ini jarang sekali dilakukan, padahal besar nilainya bagi pelestarian budaya Indonesia.
No comments:
Post a Comment