clipped from koranjogja.com
Jumat, 02 Januari 2009 09:52
Sebagai kota dengan julukan Kota Budaya, Jogja beruntung akhirnya memiliki sebuah gedung yang cukup representatif untuk pertunjukan budaya yang kini dikenal dengan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) dengan menempati Gedung Societet Militer di belakang satu blok dengan Benteng Vredeburg dan Taman Pintar Jogja.
Pada awalnya TBY dibangun di lingkungan Kampus UGM di daerah Bulaksumur pada tanggal 11 Maret 1977. Kawasan itu merupakansebuah kompleks Pusat Pengembangan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nama Purna Budaya. Peresmian pembangunan kompleks seni budaya tersebut dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Wakil Presiden RI saat itu. Tujuannya adalan menjadi sarana dan prasarana untuk membina, memelihara, dan mengembangkan kebudayaan, terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelumnya seniman Jogja masih juga berkiprah di Gedung Seni Sono yang berada di Kompleks Gedung Agung Jogja. Setelah Seni Sono dimasukkan dalam bagian Gedung Agung, praktis sejumlah kegiatan budaya berpindah ke Purna Budaya.
Pada tahun 1995 Rektor UGM dengan untuk kegiatan mahasiswa meminta kembali gedung yang dipakai sebagai Purna Budaya melalui Mendikbud RI dalam surat No. UGM/422/PL/06/IV. Akhirnya, gedung seni budaya Taman Budaya Yogyakarta dikembangkan di kawasan cagar budaya Benteng Vredeburg atas kesepakatan Sri Sultan Hamengku Buwono X, Bappeda DIY, DPRD DIY, Walikota Jogja dan Dirjen Kebudayaan.
Beberapa tahun kemudian, berdasarkan Perda No. 7 tahun 2002 dan Keputusan Gubernur DIY No. 161/2002 tertanggal 4 November 2002, Purna Budaya (atau Taman Budaya Yogyakarta) menjadi UPTD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY.
Taman Budaya Yogyakarta kemudian memulai babak baru dan menjadikannya sebagai "The Window of Yogyakarta". Situs seni budaya ini pun semakin meruncingkan misi dan visi dalam dunia seni rupa (biennale seni rupa), dunia media rekam (pemutaran film sepanjang tahun), dunia seni pertunjukan (festival teater, ketoprak, dalang, tari, dll), program-program pendidikan (bimbingan dan pelatihan seni untuk anak dan remaja), dan juga penerbitan (profil seniman budayawan, antologi sastra, kritik seni rupa, dll).
Proses pengumpulan data dan dokumentasi yang dilakukan oleh Taman Budaya Yogyakarta menjadi cukup penting dan strategis sebagai bahan diskusi dan kajian seni budaya seperti data potensi seni budaya, naskah cerita atau lakon, rekaman profil seniman atau budayawan, rekaman peristiwa seni budaya, serta berbagai koleksi karya seni rupa (lukis, grafis, patung, kriya seni, kerajinan). (Harian Jogja/APO)
No comments:
Post a Comment