Sunday, December 28, 2008

Koleksi Wayang di NYPL Digital Gallery

Ada banyak koleksi wayang dokumentasi tempo dulu di http://digitalgallery.nypl.org

Coba search dengan Keyword : WAYANG

Wayang Wong: Anuman Duta (cont.) Rama talks to Anuman. Seated: Laksmana and Sugriwa. Behind them: monkey army.
Java - Wayang Wong: Arjuna Wiwaha. Istana, Mangkunagaran, Surakarta, 1936-1937. Tiger and buffalo in Wayang wong.
Java - Wayang Wong: Arjuna Wiwaha. Istana, Mangkunagaran, Surakarta, 1936-1937. Arjuna.

Pertunjukan Wayang Suket, Bukan Sekadar Karya Seni Rupa

Kpergelaran.jpgarya-karya wayang suket yang dibuat M.Thalib Prasojo, ternyata tidak hanya berhenti sebagai karya seni rupa. Untuk kali
pertama, karya seni rupa wayang suket (rumputan) itu pernah
dipergelarkan dalam bentuk seni pertunjukan wayang. Ki Supriyono (34),
ketua jurusan Pedalangan SMKN IX Surabaya bertindak menjadi dalang
dalam pementasan di gedung SMKN IX (eks SMKI), Jalan Siwalan Kerto
Surabaya, Kamis, 31 Mei 2007, pukul 19.00. Pentas wayang
gaya Jawa Timuran ini diiringi 10 pengrawit, satu sinden, gamelan slendro lengkap, dengan lakon Wahyu Senopati.

Meski
pertunjukan wayang suket selama ini sudah diklaim oleh Slamet Gundono,
wayang karya Thalib sangat berbeda. Dia tidak sekadar memanfaatkan
bahan-bahan rumput untuk sosok (yang menyerupai) wayang, namun
betul-betul membuat wayang dari bahan rerumputan. Dengan melihat
sosoknya saja, para penggemar wayang pasti tahu nama tokoh yang dimaksudkannya.


Selain
itu, pertunjukan wayangnya, juga bukan asal pertunjukan biasa. Thalib
dengan sengaja meminta sang dalang untuk memainkan karya wayangnya
secara klasik. Artinya, betul-betul diperlakukan sebagaimana wayang
kulit biasanya, bukan ”wayang-wayangan”. Lakonnya pun dipilih lakon
serius. Inilah yang membedakan dengan lakon wayang Slamet Gundono.
edit1.jpg


Selama
ini M. Thalib Prasojo membuat karya wayang suket sebagai salah satu
bentuk ekspresi dalam karya seni rupanya. Untuk pementasan kali ini,
sudah didahului dengan workshop pembuatan wayang suket pada siswa-siswa
SMKN XI (eks SMSR). Hasil karya workshop ini kemudian ikut disertakan
dalam pementasan wayang di SMKN IX. Sebagaimana diketahui, SMSR semula
merupakan bagian atau jurusan seni rupa dari SMKI. Maka kolaborasi
kedua sekolah ini untuk mengenang kebersatuan mereka, sekaligus menarik
minat anak-anak muda terhadap studi kesenian, khususnya jurusan
pedalangan yang selama ini sangat sepi peminat. Pergelaran selama 90
menit dengan penata gending Bambang SP ini menjadi bagian dari pentas
rutin dua bulanan yang dilakukan di SMKN IX.


Dalang
asli Nganjuk itu menuturkan, lakon Wahyu Senapati berkisah seputar
peristiwa Gatutkaca yang diwisuda menjadi senopati di Ngamarto.
Tapi
Antarejo sebagai saudara tuanya tidak terima, karena merasa juga punya
hak sebagai putra Ngamarto dan memiliki kesaktian yang sama. Ternyata,
Sengkuni berada di baliknya karena menginginkan keluarga Pandawa
terpecah.


Ketika
menghasut itu, tubuh Antarejo disusupi Nini Permoni alias Dewi Durga,
disamping dukungan pihak Kurawa. Gatutkaca pun berperang dengan
Antareja, namun akhirnya dipisah oleh Kresno. Kresno akhirnya tahu,
bahwa ini bukan kemauan Antarejo sendiri. Menurutnya, yang sanggup
mengatasi hal ini hanya Semar. Kemudian Semar dipanggil, dan Nini
Permoni dipaksa keluar oleh Semar.
Nini dinasehati, jangan menggangu momongan (asuhan) Semar. Tapi
Nini berkilah, memang sudah tugasnya menggoda manusia. Salah sendiri
kalau ada yang tidak kuat. Beruntung Pandawa memiliki Semar sebagai
bentengnya.


Menurut Supriyono, cerita carangan yang dipergelarkan kali ini mengandung misi pendidikan. Bahwa
sesama saudara jangan saling bertengkar, atau dapat dikonotasikan
dengan rebutan kursi. Gatutkaca udah dipilih oleh rakyat, jadi kalau
Antarejo ingin berbakti pada negara, masih ada jalan lain, tidak harus
menjadi Senopati.


Direncanakan,
setelah pentas ujicoba ini akan digelar lagi di gedung pertunjukan
kesenian di tempat lain. Tentu saja, M. Talib dengan senang hati kalau
ada yang mengundang pementasan wayang suketnya. (hn)

--------------------------------------------------

Biografi dan Informasi
Munthalib (M. Thalib) Prasojo.
Sketser, Pelukis, Pematung, Pemahat, Pemangku Budaya Jawa.

Lahir di Bojonegoro, 17 Juni 1931.

Alamat: Jl. Taman Erlangga V-16 Celep – Sidoarjo – Jawa Timur.
Telp. 031-8953363 – 0816.1518.4318.
Email: thalibprasodjo(at)yahoo.com.
Cc: henrinurcahyo(at)yahoo.com

Heboh : Obama Ternyata Wong Jowo Asli

Trims buat yang sudah kasih link ini.
)
clipped from omdhe.multiply.com
Heboh : Obama Ternyata Wong Jowo Asli
Dengan perasaan bahagia sang ayah ketika melihat gerakan perut istrinya saat mengandung berseru "Obah Ma...Obah Ma.." yang artinya "Bergerak Ma". Sejak saat itu keluarga ini memutuskan untuk memberi nama OBAMA pada sang bayi.
Berikut foto-foto Obahma sesaat setelah terpilih menyempatkan datang ke Indonesia.....


sumber foto : kaskus.us
clipped from omdhe.multiply.com
clipped from omdhe.multiply.com
clipped from omdhe.multiply.com
clipped from omdhe.multiply.com
clipped from omdhe.multiply.com
clipped from omdhe.multiply.com
clipped from omdhe.multiply.com
clipped from omdhe.multiply.com
 blog it

Kisah Pak Gepuk, “Sang Maestro” Wayang Suket

Wayang Suket itu sebetulnya dolanan anak-anak ini di desa. Ketika kerbau, sapi atau kambing sibuk makan rumput, bocah angon (anak gembala) mencoba menirukan para dalang yang memainkan wayang. Jadilah, rumput-rumput di sekitarnya dimanfaatkan untuk dijadikan model wayang, layaknya seorang dalang.
Ini merupakan sebuah kebetulan atau ketidaksengajaan seseorang membuat wayang suket. Hal ini dikarenakan bapak maupun simbahnya seorang petani yang tiap hari ke sawah.

Suket di sawah tidak sengaja dimainkan, ketika petani tengah santai lalu main suket. Dijadikan sebuah bentuk, lalu diletakkan begitu saja. Dibuang bubar. Tak dimainkandalam pentas sesungguhnya.Pengertian wayang itu kan oleh seniman. Pengertian wayangsuket pada awalnya,. tidak dengan sendirinya dimainkan. Tapi, pengertian bawah sadar tentang suket di masa kecil itu kansangat kuat dan sama sekali tidak berpikir bahwa, suket akan menjadi tren wayang suket.

Kenapa dinamakan wayang suket, karena wayang yang dimainkan terbuat dari rumput atau dalam bahasa Jawa disebut suket. Rumput memang dengan mudah bisa ditemukan dimana saja. Tetapi biasanya rumput yang dirangkai dan dijadikan wayang adalah rumput teki, rumput gajah, atau mendong, alang-alang yang biasa dianyam menjadi tikar. Kesemuanya memiliki tekstur kuat dan bentuk yang panjang-panjang. Wayang suket tak mempunyai bentuk yang baku, seperti halnya tokoh dalam wayang kulit atau golek. Sekilas rumput-rumput tersebut memang dibentuk laksana wayang kulit, yang dapat dimainkan dengan tangan. Namun untuk membedakan tokoh yang satu dengan lainnya sangat sulit.

Sebab bentuknya yang hampir serupa. Pementasan wayang suket berbeda dengan pertunjukan wayang lainnya. Dan Slamet Gundonolah adalah pencetus pementasan wayang suket dan cukup terkenal tidak hanya di nusantara tetapi sudah sampai ke Jepang dan Amerika, bahkan ke Eropa. Pementasan ini mulai dirintis oleh Ki Dalang Slamet Gundono 1999.

Akan tetapi dibalik kesuksesan Gundono, ternyata ada seorang “maestro” yang tidak dikenal yang sebenarnya telah merintis pembuatan wayang suket. Sayang, wayang-wayang suket karyanya tidak pernah dipentaskan dan hanya dipamerkan.

Siapakah dia? Pak Gepuk namanya. Nama Pak Gepuk mulai mencuat ketika hasil karyanya dipamerkan di Gedung Bentara Budaya Yogyakarta 1-8 September 1995 yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia Belanda Karta Pustaka dan Bentara Budaya Yogyakarta. Dari situlah pamor wayang suket mulai diperhitungkan dalam kancah perwayangan Indonesia.

Setelah Pak Gepuk hilang dari peredaran dunia perwayangan sampai akhir hayatnya, tiba-tiba di Tahun 2007 kembali muncul ketika banyak seniman-seniman Yogya menanyakan keberadaan Pak Gepuk. Hal ini terungkap ketika Museum Prof. Dr. Soegarda Purbalingga mengadakan pameran di Beteng Vredenberg Yogya dan menampilkan wayang suket karya Pak Gepuk. Banyak sekali pertanyaan, kesan dan tanggapan yang begitu simpatik yang ditujukan kepada Pak Gepuk “Sang Maestro yang tidak terkenal”. Demikian julukan dari salah seorang seniman senior Yogyakarta dan mereka tidak menyangka bahwa Pak Gepuk sudah tiada. Berkaitan dengan itulah penulis tergugah hatinya untuk untuk mencari informasi siapakah Pak Gepuk ini? Mengapa di luar Purbalingga khususnya di pusat-pusat kesenian namanya begitu terkenal, tetapi di Purbalingga sendiri banyak yang tidak tahu, termasuk penulis. Dan akhirnya penulis menemukan tulisan mengenai Pak Gepuk dalam sebuah artikel yang dimuat dalam buku Cikar Bobrok karya Sindhunata dan pernah diterbitkan oleh sebuah koran nasioanl. \

Inilah kisahnya:
Ladang itu bernama Sawah Gunung, letaknya kuramg lebih lima kilometer dari Dusun Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga. Di sana jagung sedang menghijau..Suasana sunyi sekali.Di ladang inilah Pak Gepuk melewatkan hari-harinya. Siang ia mencangkul dan mengolahnya. Di gubug reyot itutak ada dipan, apalagi kasur. Yang terlihat hanyalah daun-daun pisang kering (klaras).
Klaras itulah kasur buat Pak Gepuk. Kini Pak Gepuk sudah berusia 87 tahun (sekarang 97 tahun). Badannya sudah kelihatan renta, namun masih kuat dan giat mencangkul ladangya. Siang hari ia mendapat kiriman makanan dari anak perempuannya berupa nasi, sebungkus sayur dan tempe tahu.

Pak Gepuk suka bermalam di gubugnya dan jarang pulang ke rumahnya. Paling-paling-paling seminggu sekali. Pak Gepuk enggan pulang ke rumah, bukan hanya karena jalannya yang sudah mulai repot dan susah. Ia memang suka menyendiri dan menyepi dalam kesunyian sejak masa mudanya. Pernah ia tinggal di gubugnya 40 hari 40 malam tanpa pulang sekalipun.

Kesunyian itulah yang mewarnai dan melingkupi hidup Pak Gepuk. Kesunyian itu memberinya kekuatan agar ia tabah mengolah tanahnya. Kesunyian itu memberinya pengetahuan bahwa alam ini adalah guru bagi kehidupannya. Kesunyian itu mengajarinya bahwa keindahan itu ada dimana-mana, bahkan di dalam rumput.. Karena itu, di tangan Pak Gepuk rumput-rumput itu bisa dianyam menjadi karya seni berupa wayang.

Pak Gepuk itu petani sekaligus seniman. Pada dirinya hidup bertani dan hidup berseni itu adalah hal yang tak terpisahkan. Tanah, tempat ia mencangkul dan meneteskan keringatnya, adalah tanah tempat ia memperoleh rasa seni dan bahan keindahan. Tanah itu memberinya jagung dan ketela untuk dimakan dan menyambung hidup. Tanah itu juga memberinya rumput untuk berkesenian dan mengungkapkan keindahan.

Tak ada orang mengajarinya bagaimana ia bertani. Sebagai anak petani, kemampuan bertani itu datang dengan sendirinya. Demikian pula ikhwal “keseniannya”. Waktu itu PakGepuk masih berusia lima belas tahun. Sehari-hari ia menjadi bocah angon..

Padang rumput adalah dunia Pak Gepuk. Dengan rumput-rumput itulah kambing-kambingnya mengenyangkan diri. Bukan hanya kambing, kehidupan manusia pun tergantuing pada rumput. Bagimana ia dapat hidup sebagai bocah angon jika tiada rerumputan.

Tiba-tiba ia merasa, dalam rerumputan, tanaman alam yang sederhana, itu terkandung kehidupan. Rumput, yang gunanya hanya untuk pengenyang binatang dan diinjak-injak manusia ternyata mengandung makna yang dalam. Pak Gepuk merenungi kekayaan rumput itu. Ia mencoba masuk ke dalam alam kesunyian rumput-rumput itu, kemudian muncullah keinginan dari benaknya, mungkinkah ia membuat wayang dari rumput?

Adi Purwanto, SS.,M.Si.
Pengelola Museum Budaya
Prof.Dr.R.Soegarda Poerbakawatja Purbalingga







source : http://www.matabumi.com

Wayang Suket @ Wordpress

Biografi dan Informasi
Munthalib (M. Thalib) Prasojo.
Sketser, Pelukis, Pematung, Pemahat, Pemangku Budaya Jawa.

Lahir di Bojonegoro, 17 Juni 1931.

Alamat: Jl. Taman Erlangga V-16 Celep – Sidoarjo – Jawa Timur.
Telp. 031-8953363 – 0816.1518.4318.
Email: thalibprasodjo(at)yahoo.com.
Cc: henrinurcahyo(at)yahoo.com

edit1.jpgaa.jpg

Kelekatannya dengan dunia wayang justru lebih pada sisi seni rupanya. Ketika bersekolah guru, Thalib remaja sudah punya pekerjaan sampingan yaitu menjual wayang kardus Punakawan. Dia gambar sendiri dengan menjiplak gambar wayang yang sudah ada, kemudian temannya yang menggunting. Kemudian diberi warna dengan sumba bercampur kanji, lantas dititipkan di warung-warung, seminggu kemudian didatangi lagi. Kalau ada yang berkurang, segera diganti dengan wayang yang baru.

Bagi Thalib, wayang adalah karya seni rupa yang unik. Kalau hendak membuat wayang, langkah pertama digambar dulu garis tepinya sampai membentuk suatu figur yang diinginkan. Kemudian digunting, lalu dipahat dan terakhir baru diberi aksen garis dan diwarnai. Proses seperti ini aneh, karena pewarnaan justru dilakukan paling akhir. Bandingkan dengan lukisan, tahapan yang terakhir adalah pemasangan pigura.

Wayang, katanya, telah mengingatkan betapa hidup ini sangat dipengaruhi oleh garis, baik garis yang nampak maupun garis yang tak nampak. Semisal garis khatulistiwa, garis zodiac, garis nasib, garis kodrat dan lain sebagainya. Wayang adalah bentuk sosok yang mengalami distilasi dan deformasi, yang kalau diamati sekilas menjadi sebuah komposisi yang aneh, antara kepala, bokong (pinggul), dan tangan yang panjangnya hampir menyentuh telapak kaki. Dan kaki itu sendiri digambarkan nampak kelima jarinya meski digambar dari posisi samping. Meski demikian, ada sesuatu yang sangat impesif pada sosok wayang, yaitu “pantes”.

Ketika kemudian dia menenuki pembuatan Wayang Rumput, “saya ingin mengabadikan media yang belum tersentuh. Perkara kemudian ada yang meniru, berarti saya bisa memberikan makan orang lain, “ ujarnya. Dan memang, belakangan memang ada seniman asal Sidoarjo yang bermukim di luar negeri, kemana-mana selalu memperkenalkan wayang rumput setelah terangsang ikut workshop yang diberikan Thalib.

Diakuinya, bahwa wayang rumput memang bukan ciptaannya. Itu mainan anak-anak kecil di desa pada suatu masa, yang sekarang nampaknya memang sudah punah. Budaya pedesaan di Jawa memang akrab dengan dunia wayang. Bukan hanya rumput atau jerami, anak-anak desa ada yang membuat wayang-wayangan dari daun nangka, pelepah pohon bambu, dan kemudian seiring dengan perkembangan jaman beralih ke bahan karton. Wayang karton inilah yang lebih populer dijajakan di kampung-kampung sebagai mainan anak-anak hingga sekarang.

Maka Thalib Prasojo, mencoba mengembalikan kenangan lama perihal wayang rumput ini. Bukan sekadar nostalgia, namun ada makna filosofis yang melekat di dalamnya. Karena rumput adalah simbol rakyat jelata, yang tahan terhadap berbagai goncangan, bahkan lautan rumput yang terbakar habis sekalipun masih selalu saja bangkit dengan tunas-tunas barunya. Rumput-rumput muda yang ranum itupun menjadi makanan lezat bagi mamalia. Berulangkali rumput diinjak, dilindas dan dimusnahkan, namun selalu saja tumbuh kembali. Grass root society, masyarakat akar rumput, adalah sebutan bagi golongan rakyat jelata.

Rumput adalah tumbuhan yang selalu mengalah namun seringkali dikalahkan oleh manusia. Meski tumbuh menyeruak sebagai gulma, rumput tak pernah membunuh tumbuhan induknya. Selama ada lahan tersisa, selama ada sinar matahari, rumput selalu hadir di situ. Angin kencang sekuat apapun, tak akan mampu menjebol rumput dari habitatnya. Namun menghadapi angin yang semilir, selaksa rumput bagaikan berzikir dengan khusuknya. Rumput-rumput bergoyang ke kiri, kembali lagi ke kanan, bergerak ke kiri lagi, balik ke kanan lagi. Persis seperti gerakan zikir. Maka salahkah ketika seorang Ebiet G. Ade mengajak kita bertanya pada ”rumput yang bergoyang…..?” Namun bisa jadi, rumput yang bergoyang kanan kiri itu menunjukkan jawaban ”tidak tahu” alias selalu menggeleng setiap kali ditanya apa saja. (*)

Tuesday, December 16, 2008

Bush Dilempar Sepatu

 clipped from inilah.com
15/12/2008 20:49

Bush Dilempar Sepatu


Sent with Clipmarks

Monday, December 15, 2008

ISTANA-BACOT


ISTANA-BACOT, originally uploaded by family_toko_ku.

Mumet


mumet_1, originally uploaded by family_toko_ku.

Mumetzzz lha piye maneh?


mumet_1, originally uploaded by family_toko_ku.

Mulkipli gemblung :((

The Next President ?


jogja java carnaval, originally uploaded by dee2000_jogja.

Indoensia 2009 - 2014

Apa Bisa Tahan?


apa bisa tahan, originally uploaded by dee2000_jogja.

Amenangi Jaman Preman

MP3 - Macapat

MP3 - Waldjinah - Album Emas Keroncong

MP3 - Keroncong

MP3 - Campur Sari

Source : Prabu.wordpress.com

MP3 - Dagelan Lawak

MP3 - Lagu Daerah Campuran

MP3 - Campuran

MP3 - Karawitan Jawa

Source : Prabu.Wordpress.com

Wednesday, December 10, 2008

Sultan Kanoman Salat Id Bersama Warga

08/12/2008 17:48 - Iduladha
Sultan Kanoman Salat Id Bersama Warga

Liputan6.com, Cirebon: Sultan Kanoman XII bersama kerabat Keraton Cirebon, Senin (8/12) pagi, melaksanakan salat Iduladha di Masjid Agung Syarif Hidaytullah di kompleks makam Sunan Gunung Jati. Pelaksanaan salat Id antara kebarat keraton dan masyarakat terpisah ruangan.

Usai salat Id, keluarga bersama kerabat kesultanan Kanoman menggelar tradisi grebeg agung. Yakni tradisi yang diawali dengan berziarah, tahlil, dan doa. Tradisi grebeg agung akan diakhiri dengan makan bersama di gedung pesanggrahan.

Sementara ribuan umat muslim Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, melaksanakan salat Id di lapangan terbuka. Ketua Majelis Ulama Indonesia NTT, Abdul Kadir Makarim, mengimbau umat muslim untuk tetap menjaga keharmonisan dengan warga non muslim agar terus tercipta kerukunan antarumat beragama.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, ratusan jemaah An-Nasir, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, melaksanakan salat Id  berbarengan dengan jadwal yang ditentukan pemerintah. Sebelumnya, mereka selalu salat Id sehari lebih awal.(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...