Coba search dengan Keyword : WAYANG
Sunday, December 28, 2008
Koleksi Wayang di NYPL Digital Gallery
Coba search dengan Keyword : WAYANG
Pertunjukan Wayang Suket, Bukan Sekadar Karya Seni Rupa
pertama, karya seni rupa wayang suket (rumputan) itu pernah
dipergelarkan dalam bentuk seni pertunjukan wayang. Ki Supriyono (34),
ketua jurusan Pedalangan SMKN IX Surabaya bertindak menjadi dalang
dalam pementasan di gedung SMKN IX (eks SMKI), Jalan Siwalan Kerto
Surabaya, Kamis, 31 Mei 2007, pukul 19.00. Pentas wayang gaya Jawa Timuran ini diiringi 10 pengrawit, satu sinden, gamelan slendro lengkap, dengan lakon Wahyu Senopati.
Meski
pertunjukan wayang suket selama ini sudah diklaim oleh Slamet Gundono,
wayang karya Thalib sangat berbeda. Dia tidak sekadar memanfaatkan
bahan-bahan rumput untuk sosok (yang menyerupai) wayang, namun
betul-betul membuat wayang dari bahan rerumputan. Dengan melihat
sosoknya saja, para penggemar wayang pasti tahu nama tokoh yang dimaksudkannya.
Selain
itu, pertunjukan wayangnya, juga bukan asal pertunjukan biasa. Thalib
dengan sengaja meminta sang dalang untuk memainkan karya wayangnya
secara klasik. Artinya, betul-betul diperlakukan sebagaimana wayang
kulit biasanya, bukan ”wayang-wayangan”. Lakonnya pun dipilih lakon
serius. Inilah yang membedakan dengan lakon wayang Slamet Gundono.
Selama
ini M. Thalib Prasojo membuat karya wayang suket sebagai salah satu
bentuk ekspresi dalam karya seni rupanya. Untuk pementasan kali ini,
sudah didahului dengan workshop pembuatan wayang suket pada siswa-siswa
SMKN XI (eks SMSR). Hasil karya workshop ini kemudian ikut disertakan
dalam pementasan wayang di SMKN IX. Sebagaimana diketahui, SMSR semula
merupakan bagian atau jurusan seni rupa dari SMKI. Maka kolaborasi
kedua sekolah ini untuk mengenang kebersatuan mereka, sekaligus menarik
minat anak-anak muda terhadap studi kesenian, khususnya jurusan
pedalangan yang selama ini sangat sepi peminat. Pergelaran selama 90
menit dengan penata gending Bambang SP ini menjadi bagian dari pentas
rutin dua bulanan yang dilakukan di SMKN IX.
Dalang
asli Nganjuk itu menuturkan, lakon Wahyu Senapati berkisah seputar
peristiwa Gatutkaca yang diwisuda menjadi senopati di Ngamarto. Tapi
Antarejo sebagai saudara tuanya tidak terima, karena merasa juga punya
hak sebagai putra Ngamarto dan memiliki kesaktian yang sama. Ternyata,
Sengkuni berada di baliknya karena menginginkan keluarga Pandawa
terpecah.
Ketika
menghasut itu, tubuh Antarejo disusupi Nini Permoni alias Dewi Durga,
disamping dukungan pihak Kurawa. Gatutkaca pun berperang dengan
Antareja, namun akhirnya dipisah oleh Kresno. Kresno akhirnya tahu,
bahwa ini bukan kemauan Antarejo sendiri. Menurutnya, yang sanggup
mengatasi hal ini hanya Semar. Kemudian Semar dipanggil, dan Nini
Permoni dipaksa keluar oleh Semar. Nini dinasehati, jangan menggangu momongan (asuhan) Semar. Tapi
Nini berkilah, memang sudah tugasnya menggoda manusia. Salah sendiri
kalau ada yang tidak kuat. Beruntung Pandawa memiliki Semar sebagai
bentengnya.
Menurut Supriyono, cerita carangan yang dipergelarkan kali ini mengandung misi pendidikan. Bahwa
sesama saudara jangan saling bertengkar, atau dapat dikonotasikan
dengan rebutan kursi. Gatutkaca udah dipilih oleh rakyat, jadi kalau
Antarejo ingin berbakti pada negara, masih ada jalan lain, tidak harus
menjadi Senopati.
Direncanakan,
setelah pentas ujicoba ini akan digelar lagi di gedung pertunjukan
kesenian di tempat lain. Tentu saja, M. Talib dengan senang hati kalau
ada yang mengundang pementasan wayang suketnya. (hn)
--------------------------------------------------
Biografi dan Informasi
Munthalib (M. Thalib) Prasojo.
Sketser, Pelukis, Pematung, Pemahat, Pemangku Budaya Jawa.
Lahir di Bojonegoro, 17 Juni 1931.
Alamat: Jl. Taman Erlangga V-16 Celep – Sidoarjo – Jawa Timur.
Telp. 031-8953363 – 0816.1518.4318.
Email: thalibprasodjo(at)yahoo.com.
Cc: henrinurcahyo(at)yahoo.com
Heboh : Obama Ternyata Wong Jowo Asli
)
clipped from omdhe.multiply.com
clipped from omdhe.multiply.com clipped from omdhe.multiply.com clipped from omdhe.multiply.com clipped from omdhe.multiply.com clipped from omdhe.multiply.com clipped from omdhe.multiply.com clipped from omdhe.multiply.com clipped from omdhe.multiply.com |
Kisah Pak Gepuk, “Sang Maestro” Wayang Suket
Wayang Suket itu sebetulnya dolanan anak-anak ini di desa. Ketika kerbau, sapi atau kambing sibuk makan rumput, bocah angon (anak gembala) mencoba menirukan para dalang yang memainkan wayang. Jadilah, rumput-rumput di sekitarnya dimanfaatkan untuk dijadikan model wayang, layaknya seorang dalang.
Ini merupakan sebuah kebetulan atau ketidaksengajaan seseorang membuat wayang suket. Hal ini dikarenakan bapak maupun simbahnya seorang petani yang tiap hari ke sawah.
Kenapa dinamakan wayang suket, karena wayang yang dimainkan terbuat dari rumput atau dalam bahasa Jawa disebut suket. Rumput memang dengan mudah bisa ditemukan dimana saja. Tetapi biasanya rumput yang dirangkai dan dijadikan wayang adalah rumput teki, rumput gajah, atau mendong, alang-alang yang biasa dianyam menjadi tikar. Kesemuanya memiliki tekstur kuat dan bentuk yang panjang-panjang. Wayang suket tak mempunyai bentuk yang baku, seperti halnya tokoh dalam wayang kulit atau golek. Sekilas rumput-rumput tersebut memang dibentuk laksana wayang kulit, yang dapat dimainkan dengan tangan. Namun untuk membedakan tokoh yang satu dengan lainnya sangat sulit.
Sebab bentuknya yang hampir serupa. Pementasan wayang suket berbeda dengan pertunjukan wayang lainnya. Dan Slamet Gundonolah adalah pencetus pementasan wayang suket dan cukup terkenal tidak hanya di nusantara tetapi sudah sampai ke Jepang dan Amerika, bahkan ke Eropa. Pementasan ini mulai dirintis oleh Ki Dalang Slamet Gundono 1999.
Siapakah dia? Pak Gepuk namanya. Nama Pak Gepuk mulai mencuat ketika hasil karyanya dipamerkan di Gedung Bentara Budaya Yogyakarta 1-8 September 1995 yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia Belanda Karta Pustaka dan Bentara Budaya Yogyakarta. Dari situlah pamor wayang suket mulai diperhitungkan dalam kancah perwayangan Indonesia.
Setelah Pak Gepuk hilang dari peredaran dunia perwayangan sampai akhir hayatnya, tiba-tiba di Tahun 2007 kembali muncul ketika banyak seniman-seniman Yogya menanyakan keberadaan Pak Gepuk. Hal ini terungkap ketika Museum Prof. Dr. Soegarda Purbalingga mengadakan pameran di Beteng Vredenberg Yogya dan menampilkan wayang suket karya Pak Gepuk. Banyak sekali pertanyaan, kesan dan tanggapan yang begitu simpatik yang ditujukan kepada Pak Gepuk “Sang Maestro yang tidak terkenal”. Demikian julukan dari salah seorang seniman senior Yogyakarta dan mereka tidak menyangka bahwa Pak Gepuk sudah tiada. Berkaitan dengan itulah penulis tergugah hatinya untuk untuk mencari informasi siapakah Pak Gepuk ini? Mengapa di luar Purbalingga khususnya di pusat-pusat kesenian namanya begitu terkenal, tetapi di Purbalingga sendiri banyak yang tidak tahu, termasuk penulis. Dan akhirnya penulis menemukan tulisan mengenai Pak Gepuk dalam sebuah artikel yang dimuat dalam buku Cikar Bobrok karya Sindhunata dan pernah diterbitkan oleh sebuah koran nasioanl. \
Inilah kisahnya:
Ladang itu bernama Sawah Gunung, letaknya kuramg lebih lima kilometer dari Dusun Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga. Di sana jagung sedang menghijau..Suasana sunyi sekali.Di ladang inilah Pak Gepuk melewatkan hari-harinya. Siang ia mencangkul dan mengolahnya. Di gubug reyot itutak ada dipan, apalagi kasur. Yang terlihat hanyalah daun-daun pisang kering (klaras).
Klaras itulah kasur buat Pak Gepuk. Kini Pak Gepuk sudah berusia 87 tahun (sekarang 97 tahun). Badannya sudah kelihatan renta, namun masih kuat dan giat mencangkul ladangya. Siang hari ia mendapat kiriman makanan dari anak perempuannya berupa nasi, sebungkus sayur dan tempe tahu.
Pak Gepuk suka bermalam di gubugnya dan jarang pulang ke rumahnya. Paling-paling-paling seminggu sekali. Pak Gepuk enggan pulang ke rumah, bukan hanya karena jalannya yang sudah mulai repot dan susah. Ia memang suka menyendiri dan menyepi dalam kesunyian sejak masa mudanya. Pernah ia tinggal di gubugnya 40 hari 40 malam tanpa pulang sekalipun.
Kesunyian itulah yang mewarnai dan melingkupi hidup Pak Gepuk. Kesunyian itu memberinya kekuatan agar ia tabah mengolah tanahnya. Kesunyian itu memberinya pengetahuan bahwa alam ini adalah guru bagi kehidupannya. Kesunyian itu mengajarinya bahwa keindahan itu ada dimana-mana, bahkan di dalam rumput.. Karena itu, di tangan Pak Gepuk rumput-rumput itu bisa dianyam menjadi karya seni berupa wayang.
Pak Gepuk itu petani sekaligus seniman. Pada dirinya hidup bertani dan hidup berseni itu adalah hal yang tak terpisahkan. Tanah, tempat ia mencangkul dan meneteskan keringatnya, adalah tanah tempat ia memperoleh rasa seni dan bahan keindahan. Tanah itu memberinya jagung dan ketela untuk dimakan dan menyambung hidup. Tanah itu juga memberinya rumput untuk berkesenian dan mengungkapkan keindahan.
Tak ada orang mengajarinya bagaimana ia bertani. Sebagai anak petani, kemampuan bertani itu datang dengan sendirinya. Demikian pula ikhwal “keseniannya”. Waktu itu PakGepuk masih berusia lima belas tahun. Sehari-hari ia menjadi bocah angon..
Padang rumput adalah dunia Pak Gepuk. Dengan rumput-rumput itulah kambing-kambingnya mengenyangkan diri. Bukan hanya kambing, kehidupan manusia pun tergantuing pada rumput. Bagimana ia dapat hidup sebagai bocah angon jika tiada rerumputan.
Adi Purwanto, SS.,M.Si.
Pengelola Museum Budaya
Prof.Dr.R.Soegarda Poerbakawatja Purbalingga
Wayang Suket @ Wordpress
Munthalib (M. Thalib) Prasojo.
Sketser, Pelukis, Pematung, Pemahat, Pemangku Budaya Jawa.
Lahir di Bojonegoro, 17 Juni 1931.
Alamat: Jl. Taman Erlangga V-16 Celep – Sidoarjo – Jawa Timur.
Telp. 031-8953363 – 0816.1518.4318.
Email: thalibprasodjo(at)yahoo.com.
Cc: henrinurcahyo(at)yahoo.com
Kelekatannya dengan dunia wayang justru lebih pada sisi seni rupanya. Ketika bersekolah guru, Thalib remaja sudah punya pekerjaan sampingan yaitu menjual wayang kardus Punakawan. Dia gambar sendiri dengan menjiplak gambar wayang yang sudah ada, kemudian temannya yang menggunting. Kemudian diberi warna dengan sumba bercampur kanji, lantas dititipkan di warung-warung, seminggu kemudian didatangi lagi. Kalau ada yang berkurang, segera diganti dengan wayang yang baru.
Bagi Thalib, wayang adalah karya seni rupa yang unik. Kalau hendak membuat wayang, langkah pertama digambar dulu garis tepinya sampai membentuk suatu figur yang diinginkan. Kemudian digunting, lalu dipahat dan terakhir baru diberi aksen garis dan diwarnai. Proses seperti ini aneh, karena pewarnaan justru dilakukan paling akhir. Bandingkan dengan lukisan, tahapan yang terakhir adalah pemasangan pigura.
Wayang, katanya, telah mengingatkan betapa hidup ini sangat dipengaruhi oleh garis, baik garis yang nampak maupun garis yang tak nampak. Semisal garis khatulistiwa, garis zodiac, garis nasib, garis kodrat dan lain sebagainya. Wayang adalah bentuk sosok yang mengalami distilasi dan deformasi, yang kalau diamati sekilas menjadi sebuah komposisi yang aneh, antara kepala, bokong (pinggul), dan tangan yang panjangnya hampir menyentuh telapak kaki. Dan kaki itu sendiri digambarkan nampak kelima jarinya meski digambar dari posisi samping. Meski demikian, ada sesuatu yang sangat impesif pada sosok wayang, yaitu “pantes”.
Ketika kemudian dia menenuki pembuatan Wayang Rumput, “saya ingin mengabadikan media yang belum tersentuh. Perkara kemudian ada yang meniru, berarti saya bisa memberikan makan orang lain, “ ujarnya. Dan memang, belakangan memang ada seniman asal Sidoarjo yang bermukim di luar negeri, kemana-mana selalu memperkenalkan wayang rumput setelah terangsang ikut workshop yang diberikan Thalib.
Diakuinya, bahwa wayang rumput memang bukan ciptaannya. Itu mainan anak-anak kecil di desa pada suatu masa, yang sekarang nampaknya memang sudah punah. Budaya pedesaan di Jawa memang akrab dengan dunia wayang. Bukan hanya rumput atau jerami, anak-anak desa ada yang membuat wayang-wayangan dari daun nangka, pelepah pohon bambu, dan kemudian seiring dengan perkembangan jaman beralih ke bahan karton. Wayang karton inilah yang lebih populer dijajakan di kampung-kampung sebagai mainan anak-anak hingga sekarang.
Maka Thalib Prasojo, mencoba mengembalikan kenangan lama perihal wayang rumput ini. Bukan sekadar nostalgia, namun ada makna filosofis yang melekat di dalamnya. Karena rumput adalah simbol rakyat jelata, yang tahan terhadap berbagai goncangan, bahkan lautan rumput yang terbakar habis sekalipun masih selalu saja bangkit dengan tunas-tunas barunya. Rumput-rumput muda yang ranum itupun menjadi makanan lezat bagi mamalia. Berulangkali rumput diinjak, dilindas dan dimusnahkan, namun selalu saja tumbuh kembali. Grass root society, masyarakat akar rumput, adalah sebutan bagi golongan rakyat jelata.
Rumput adalah tumbuhan yang selalu mengalah namun seringkali dikalahkan oleh manusia. Meski tumbuh menyeruak sebagai gulma, rumput tak pernah membunuh tumbuhan induknya. Selama ada lahan tersisa, selama ada sinar matahari, rumput selalu hadir di situ. Angin kencang sekuat apapun, tak akan mampu menjebol rumput dari habitatnya. Namun menghadapi angin yang semilir, selaksa rumput bagaikan berzikir dengan khusuknya. Rumput-rumput bergoyang ke kiri, kembali lagi ke kanan, bergerak ke kiri lagi, balik ke kanan lagi. Persis seperti gerakan zikir. Maka salahkah ketika seorang Ebiet G. Ade mengajak kita bertanya pada ”rumput yang bergoyang…..?” Namun bisa jadi, rumput yang bergoyang kanan kiri itu menunjukkan jawaban ”tidak tahu” alias selalu menggeleng setiap kali ditanya apa saja. (*)
Tuesday, December 23, 2008
Tuesday, December 16, 2008
Monday, December 15, 2008
MP3 - Waldjinah - Album Emas Keroncong
Source : http://batusura.de/lagu/waldjina.htm 01 - Kr. Sekuntum Bunga Di Puncak Giri 02 - Kr. Moresko 03 - Kr. Meratap Hati 04 - Kr. Gadis Mataram 05 - Stb. Jauh Di Mata 06 - Lgn. Pulau Bali 07 - Kr. Roda Dunia 08 - Kr. Pasar Gambir 09 - Kr. Romansa 10 - Lgn. Asmara 11 - Getuk 12 - Jangkrik Genggong 13 - Keroncong Blitar 14 - Kr. Tukang Perahu 15 - Yen Ing Tawang Ono Lintang |
MP3 - Keroncong
- 18-06-08 : Dari masa ke masa 1
- 18-06-08 : Dari masa ke masa 2
- 19-06-08 : Dari masa ke masa 3
- 20-06-08 : Dari masa ke masa 4
- 24-06-08 : Dari Masa ke masa 5
- 24-06-08 : Dari Masa ke masa 6
- 24-06-08 : Dari Masa ke masa 7
- 01-07-08 : Asli Soendari Soekoco
- 01-07-08 : Asli Gesang
- 04-07-08 : Asli Hetty Koes Endang
- 04-07-08 : Pop Hetty Koes Endang
- 13-08-08 : Cinta Indonesia
- 21-08-08 : Gesang, Komponis Keroncong
- 01-09-08 : Keroncong Jawa
- 02-09-08 : Dari masa ke masa 10
- 03-09-08 : Dari masa ke masa 9
- 04-09-08 : Daari masa ke masa 8
- 12-09-08 : Ada apa denganmu
- 15-09-08 : Keroncong Jenaka
- 16-09-08 : Pop Keroncong Langgam Jawa
- 18-09-08 : Keroncong Tempo Doeloe
- 22-09-08 : Favourites Groups Vol 1 - Sipate Manungso
- 24-09-08 : Favourites Groups Vol 2 - Lelaraning Ati
MP3 - Campur Sari
- 17-04-08 : Tembang Dolanan – Susan, Kak Ria Enes
- 26-05-08 : Campursari pilihan Sangga Buana
- 29-05-08 : Sangga Buana – Ayun2 Tanjung Gunung
- 03-06-08 : Sopsan, Tembang guyon Banyumasan
- 04-06-08 : Didi Kempot - Cucak Rowo
- 04-06-08 : Didi Kempot - Album Emas 1
- 05-06-08 : Didi Kempot - Album Emas 2
- 16-06-08 : Calung Sempeleo
- 02-07-08 : Sangga Buana - Buto Cakil Tobat
- 02-07-08 : Campursari Gunung Kidul - Dik Jum
- 03-07-08 : Safitri & Friends - Campursari SMS
- 03-07-08 : Campursari Sedap - Pakde niki pripun ?
- 04-07-08 : Didi Kempot - Cinta yang sempurna
- 04-07-08 : Didi Kempot - Campursari sholawatan
- 04-07-08 : Campursari - Gelombang cinta 2008
- 18-07-08 : Campursari - Karya Gesang & Ki Nartosabdho
- 04-08-08 : 50 Tahun karya emas Anjarany
- 05-09-08 : Best of the Best Nurhana
- 11-09-08 : Campursari Gunung Kidul - Nyidam Sari
MP3 - Dagelan Lawak
- 13-03-08 : Dagelan Joenaidi – Ular-ilar Temanten
- 14-03-08 : Dagelan Basiyo - Pangkur Jenggleng
- 14-03-08 : Dagelan Basiyo – Gatutkaca Gandrung
- 19-03-08 : Dagelan Joenaidi - Dalang Memble
- 19-03-08 : Dagelan Joenaidi – Guru Musik
- 28-03-08 : Ludruk Kartolo - Dalang Gersang
- 28-03-08 : Ludruk Kartolo – Juragan Roti Sepet
- 25-04-08 : Dagelan Basiyo - Kapusan, Joko bodho
- 21-08-08 : Basiyo - Midang
- 22-08-08 : Basiyo - Kibir Kejungkir
MP3 - Lagu Daerah Campuran
- 07-04-08 : Manado - Lagu Cinta
- 06-06-08 : Manado - Love duet
- 06-06-08 : Manado - Nostalgia Trio Pantera
- 10-06-08 : Manado - Kolintang
- 23-06-08 : Manado Gunawan - Arang Tampurung
- 30-06-08 : Cirebon - Diva Cirebonan
- 30-06-08 : Cirebon - Tembang Cirebonan
- 30-06-08 : Melayu Deli - Wak Uteh Bingung
- 30-06-08 : Melayu Deli - Wak Uteh Minyak Naik
- 15-08-08 : The gamelan music of Bali
- 20-08-08 : The windows of Indonesia Music
- 21-08-08 : Instrumental Degung Bali 3
- 01-09-08 : Instrumental Degung Bali 4
MP3 - Campuran
- 19-03-08 : Nature Voice
- 16-04-08 : Idola Cilik, Kiki dari Manado
- 27-05-08 : Idola Cilik, Lagu-lagu Kiki
- 11-08-08 : Lagu-lagu Perjuangan
- 12-08-08 : Cokelat - Untukmu Indonesia
- 12-08-08 : Wiranto - Untukmu Indonesia
- 13-08-08 : Lagu-lagu Perjuangan (2)
- 19-08-08 : Album Idola Cilik
- 22-08-08 : Spa Aromaterapi
- 17-09-08 : The Sound of Birds Singing
MP3 - Karawitan Jawa
- 17-03-08 : Tembang-tembang Macapat
- 04-04-08 : Ki Nartosabdho – Ibu Pertiwi
- 03-04-08 : Ki Nartosabdho – Gending2 Penganten
- 21-04-08 : Gending Dolanan : Karawitan RRI Surakarta
- 21-04-08 : Gending Dolanan : Nyi Tjondro Lukito
- 29-04-08 : Serat wulangreh & wedhatama
- 30-04-08 : Sekar macapat kinanthi
- 02-05-08 : Macapat Dandhanggula
- 02-05-08 : Karya emas Ki Narthosabdho
- 30-05-08 : Javanese Music Vol.1
- 03-06-08 : Javanese Music Vol.2
- 12-06-08 : Gending Banyumasan
- 27-06-08 : Suko Raras - Gending karya Ki Nartosabdho
- 22-07-08 : Gending Beksan Gambyong ?
- 28-07-08 : Mengenang gending karya Ki Nartosabdho 1
- 29-07-08 : Keluarga Karawitan RRI Surakarta - Klenengan Nyamleng
- 31-07-08 : Nyi Tjondrolukito - Karawitan Jangkep
- 01-08-08 : Mengenang gending karya Ki Nartosabdho 2
- 06-08-08 : Ki Nartosabdho - Gending Banyumasan
- 07-08-08 : Mengenang gending karya Ki Nartosabdho 4
- 08-08-08 : Nyi Tjondrolukito - Kutut Manggung
- 14-08-08 : Ki Nartosabdho - Goyang Semarang
- 15-08-08 : Originall Javanese Music Vol 3
- 19-08-08 : Kutut Manggung Komplit
- 17-10-08 : Pahargyan Pengantin Jawa : Panggih
- 20-10-08 : Pahargyan Pengantin Jawa : Wiwahan
- 23-10-08 : Pahargyan Pengantin Jawa : Nebus Kembar Mayang
- 31-10-08 : RRI Surakarta - Upacara Pengantin
Thursday, December 11, 2008
Wednesday, December 10, 2008
Sultan Kanoman Salat Id Bersama Warga
Sultan Kanoman Salat Id Bersama Warga
Liputan6.com, Cirebon: Sultan Kanoman XII bersama kerabat Keraton Cirebon, Senin (8/12) pagi, melaksanakan salat Iduladha di Masjid Agung Syarif Hidaytullah di kompleks makam Sunan Gunung Jati. Pelaksanaan salat Id antara kebarat keraton dan masyarakat terpisah ruangan.
Usai salat Id, keluarga bersama kerabat kesultanan Kanoman menggelar tradisi grebeg agung. Yakni tradisi yang diawali dengan berziarah, tahlil, dan doa. Tradisi grebeg agung akan diakhiri dengan makan bersama di gedung pesanggrahan.
Sementara ribuan umat muslim Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, melaksanakan salat Id di lapangan terbuka. Ketua Majelis Ulama Indonesia NTT, Abdul Kadir Makarim, mengimbau umat muslim untuk tetap menjaga keharmonisan dengan warga non muslim agar terus tercipta kerukunan antarumat beragama.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, ratusan jemaah An-Nasir, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, melaksanakan salat Id berbarengan dengan jadwal yang ditentukan pemerintah. Sebelumnya, mereka selalu salat Id sehari lebih awal.(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)